YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 16 November 2014

KASUS 4


1.      Jasa Audit di PT.Telekomunikasi Indonesia Pembacaan Putusan terhadap Dugaan Pelanggaran UU No. 5/1999 yang dilakukan oleh KAP Drs. Hadi Sutanto & Rekan
(KAP Pricewaterhouse Coopers)

Tidak lebih dari 8 bulan,Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan pemeriksaan dan menyusun putusan terhadap perkara No: 08/KPPU-L/2003 yaitu dugaan pelanggaran UU No: 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Hadi Sutanto & Rekan sekarang bernama KAP Haryanto Sahari & Rekan- yang merupakan member firm dari Kantor Akuntan Publik Asing Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang selanjutnya disebut Terlapor.
Perkara ini muncul setelah adanya laporan yang pada pokoknya tindakan Terlapor dengan sengaja memberikan interpretasi yang menyesatkan kepada PT. Telkom, PT. Telkomsel, dan US SEC mengenai Standar Audit Amerika khususnya AU 543. Tindakan Terlapor tersebut mengakibatkan rusaknya kualitas audit yang dilakukan oleh KAP Eddy Pianto atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom tahun Buku 2002 sehingga menghalangi KAP Eddy Pianto untuk bersaing dengan Terlapor sehubungan dengan penyediaan layanan audit ke perusahaan-perusahaan besar yang tercatat di lantai bursa (BEJ).
Inti permasalahan dari perkara ini adalah Terlapor -yang mengaudit Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002- tidak bersedia terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto karena Terlapor menghindari risiko yang dapat merugikan jika terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto. Ketidaksediaan Terlapor karena keraguan kelayakan hak berpraktek KAP Eddy Pianto dihadapan US SEC serta meminta kesempatan untuk membaca dan atau me-review seluruh copy Form 20-F PT. Telkom sebelum diajukan ke US SEC. Untuk itu Terlapor menolak hasil auditnya untuk diacu dalam pekerjaan audit KAP Eddy Pianto dalam Form 20-F PT. Telkom. KAP Eddy Pianto tetap mengacu kapada hasil audit Terlapor dan menyelesaikan audit Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom. Sementara itu, untuk tetap tidak terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto, Terlapor tidak memberi ijin laporan auditnya dilampirkan dalam Form 20-F PT. Telkom.
Menurut Majelis Komisi, Terlapor tidak memiliki kewenangan untuk menilai kualifikasi KAP Eddy Pianto untuk berpraktek di hadapan US SEC. Kewenangan tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan US SEC, untuk itu seharusnya Terlapor meminta klarifikasi kepada US SEC. Dan hal ini tidak pernah dilakukan oleh Terlapor, akan tetapi telah melakukan penilaian mengenai kualifikasi KAP Eddy Pianto. Dengan demikian, tindakan Terlapor tidak berdasar hukum dan tidak wajar.
Kesimpulan :
Pada contoh kasus diatas, terjadi pelanggaran kode etik dan praktik persaingan tidak sehat antar KAP Drs. Hadi Sutanto & Rekan yang mengaudit laporan keuangan PT. Telkomsel tahun buku 2002 dimana tidak bersedia terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto untuk menghindari risiko yang dapat merugikan jika terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto dalam Form 20-F PT. Telkom karena keraguan kelayakan hak berpraktek KAP Eddy Pianto dihadapan US SEC. Kejadian ini dianggap melanggar kode etik karena KAP Drs. Hadi S. & Rekan tidak memiliki wewenang untuk menilai kualifikasi KAP lainnya untuk berpraktek dihadapan US SEC. Hal tersebut juga pelanggaran kode etik atas ancaman akibat dari keadaan yang menghalangi untuk bertindak obyektif karena sebenarnya atau tekanan, termasuk upaya mempunyai pengaruh yang tidak semestinya dilakukan akuntan profesional yang seharusnya memenuhi prinsip-prinsip dasar yaitu integritas (dalam kasus ini).

Sumber :http://ridwanpp.blogspot.com/2010/11/sebagai-profesi-penyedia-jasa-pelaporan.html

KASUS 3


1.      Pelanggaran Etika Akuntansi Oleh Gayus Tambunan
Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus Tambunan.PPATK pun meminta Polri menelusurinya. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus money laundring,tindak pidana korupsi dan penggelapan pajak.Empat orang jaksa yang ditunjuk oleh Kejagung untuk mengikuti perkembangan penyidikan tersebut adalah Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia dan Ika Syafitri.
Seiring hasil penelitian jaksa,hanya pasal penggelapan saja yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke pengadilan.Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp 25 milliar yang diributkan semula,karena hal ini tidak dapat dibuktikan. Dana sejumlah Rp 25 miliar ini diakui oleh Andi Kosasis sebagai miliknya yang dititipkan di rekening Gayus.
Andi Kosasih adalah teman Gayus yang sekaligus pengusaha garmen asal Batam yang menjalin perjanjian kerjasama dengan Gayus untuk membangun ruko.Gayus bertugas untuk mencarikan tanah seluas 2 hektar.Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta,namun Andi baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000.Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya,sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000.
Memang ada beberapa aliran dana yang terdeteksi mengalir ke rekening Gayus.Namun semua tuduhan itu dinilai murni merupakan penggelapan pajak.
Jika memang terbukti bersalah dalam money laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan pajak maka secara etika profesi,Gayus sudah melanggar Etika Profesi.Dimana pelanggaran etika tersebut adalah :
1.      Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional seorang pejabat perpajakan untuk mengelola pendapatan keuangan Negara harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.Tapi dalam kasus pengelapan pajak keuangan Negara seorang “Gayus” telah melupakan tanggung jawab (tidak bertanggung jawab) sebagai profesinya. Sejalan dengan peranan tersebut,seorang pejabat perpajakan “gayus” seharusnya mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas (perilaku,kejujuran,kebulatan) setinggi mungkin.Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak “ Gayus” tidak ditemukan sama sekali integritas yang tinggi,dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi publik, dalam hal perilaku pejabat persebut telah melukai hati publik sebagai pembayar pajak.
3.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Dalam masalah pejabat perpajakan (Gayus) Kompetensi dan kehati-hatian Profesional tidak ditunjukkan dengan memihak kepada organisasi dan golongan tertentu untuk memupuk keuntungan sendiri.

KASUS 2


1.      Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma
Pada audit tanggal 31 Desember 2001,manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar,dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM).Akan tetapi,Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.Setelah dilakukan audit ulang pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated),karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.Pada laporan keuangan yang baru keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut :
Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma,adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp.32,7 milyar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT.Kimia Farma Tbk.Selain itu kesalahan juga terdapat pada
Unit industri bahan baku, kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.2,7 milyar. Unit logistik sentral, kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.23,9 miliar.
Unit pedagang besar farmasi (PBF), kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.8,1 milyar. Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.10,7 milyar.Kesalahan-kesalahan penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan cara :
Membuat dua daftar harga persediaan yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002,dimana keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT.Kimia Farma. Master price per 3 Februari 2002 merupakan master price yang telah disesuaikan nilainya (mark up) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT.Kimia Farma per 31 Desember 2001.Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan baku. Pencatatan ganda dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan.
Kesimpulan :
Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan oleh PT.Kimia Farma terbukti melanggar peraturan Bapepam no.VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. poin 2, Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.

KASUS 1


1.      Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI

Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005,ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya.Padahal, apabila dicermati,sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga.Tetapi,dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan.Padahal,berdasarkan standar akuntansi keuangan,ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.Dengan demikian,kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.Di lain pihak,PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih.Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan.Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp 63 milyar.Sebaliknya,ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut.Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga,akumulasi permasalahan terjadi disini.
Kesimpulan:
PT Kereta Api Indonesia tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional penyusunan laporan keuangan dan proses audit.Setiap bagian lembaga yang ada di dalamnya hendaknya diberi pemahaman masalah esensial akuntansi dan keuangan yang ada agar tidak terjadi kesalahan dalam menangani akuntansi serta keuangan secara khusus.Upaya ini penting untuk dilakukan guna membangun kesepahaman(understanding)diantara seluruh unsur lembaga.
Selanjutnya,soliditas kelembagaan diharapkan tercipta sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya.

Sumber : http://mulydelavega.blogspot.com/2009/06/pentingnya-laporan-kinerja-keuangan.html